Tradisi Adu Domba Meriahkan Bulan Bakti Peternakan ke-189 di Pakansari

Greenmind, Bogor – Tradisi Sunda kembali hadir di tengah hiruk pikuk modernitas. Dalam perayaan Bulan Bakti Peternakan & Kesehatan Hewan ke-189 di Stadion Pakansari, Cibinong, kontes adu domba Garut menjadi magnet utama yang menghadirkan nostalgia sekaligus kebanggaan budaya bagi masyarakat Jawa Barat.

Puluhan domba dengan tubuh gagah dan tanduk melingkar disiapkan oleh para pemiliknya. Mereka tampil bak “atlet” yang siap beradu strategi, bukan sekadar tenaga. Salah satu peserta yang menarik perhatian adalah Mila (20), perempuan asal Bandung yang datang bersama komunitas Padepokan Doa Sepuh.

Meski usianya masih terbilang muda, Mila sudah terbiasa mengurus domba adu sejak kecil. Tradisi itu ia dapat dari keluarga yang telah lama berkecimpung dalam dunia adu domba Garut.

“Kalau bukan kita yang muda-muda, siapa lagi yang bakal nerusin? Jangan sampai domba adu khas Jawa Barat hilang, ditelan masa,” ucapnya sambil menuntun domba jantan berusia enam tahun yang siap berlaga.

Baginya, ikut kontes bukan semata mengejar kemenangan, melainkan melestarikan warisan budaya. “Adu domba itu budaya asli Sunda. Kalau sepuh-sepuh kita sudah nggak ada, kita yang harus lanjutkan,” tambahnya.

Menjaga Kesehatan Sang Petarung Tanduk

Mila bercerita, persiapan kontes dilakukan sejak seminggu sebelumnya. Ia dan komunitasnya membawa domba dari Bandung ke Pakansari dengan persiapan matang. “Dombanya dicukur, kakinya direndam, dikasih jamu, dan dijaga istirahatnya. Sama kayak atlet aja, harus fit sebelum tanding,” ungkapnya.

Meski begitu, Mila menekankan bahwa domba tidak boleh terus-menerus diadu. Setelah pertandingan, hewan perlu diistirahatkan setidaknya satu hingga dua minggu agar energinya kembali. “Kalau soal makan, nggak ada yang spesial. Rumput, ampas, yang penting sehat,” jelasnya.

Lebih dari Sekadar Lomba

Banyak orang mengira adu domba hanya soal adu fisik. Padahal, ada standar penilaian yang cukup ketat. “Kesehatan domba itu penting, kebersihan juga dinilai, termasuk bentuk tanduknya,” kata Mila.

Selain itu, komunitas adu domba juga menjadi wadah persaudaraan. “Kalau kita ngadu domba tuh jadi tambah temen, makin kenal banyak orang. Ada rasa seneng kalau domba makin bagus, makin ngerti tiap kali latihan atau lomba,” tuturnya.

Untuk bisa hadir di acara ini, Mila harus berangkat dari Bandung pukul tiga pagi. Dombanya bahkan sudah lebih dulu tiba sehari sebelumnya. “Domba juga sama kayak kita, harus pemanasan dulu biar nggak pegel,” katanya sambil tersenyum.

Meski penuh perjuangan, Mila bangga bisa membawa nama komunitasnya sekaligus melestarikan tradisi. “Buat saya, ini bukan sekadar lomba. Ini cara menjaga budaya Sunda tetap hidup di tengah generasi muda,” pungkasnya.

Kontes adu domba di Bulan Bakti Peternakan & Kesehatan Hewan bukan sekadar hiburan. Ia adalah simbol bahwa budaya lokal masih mendapat tempat di hati masyarakat, sekaligus bukti bahwa generasi muda seperti Mila siap menjadi penjaga tradisi.

Bagikan ke :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *