Greend Mind Education – Dalam beberapa hari terakhir, jutaan pengguna media sosial, terutama di Instagram, menggema dengan tagar “All Eyes on Papua”. Tagar ini mengajak perhatian dunia untuk melihat permasalahan serius yang tengah dihadapi Papua, mirip dengan tagar “All Eyes on Rafa” yang sebelumnya digunakan untuk menarik perhatian global pada konflik di Palestina.
Ancaman Deforestasi Mengintai Hutan Papua
Masalah utama yang melatarbelakangi kampanye ini adalah ancaman deforestasi yang diakibatkan oleh ekspansi perkebunan sawit. Masyarakat adat Papua, terutama suku Awyu di Papua Selatan dan suku Moi di Papua Barat Daya, berada di garis depan perjuangan ini. Mereka berjuang untuk melindungi hutan adat mereka dari ancaman perusahaan sawit yang mendapatkan izin dari pemerintah.
Deforestasi adalah proses penggundulan hutan melalui penebangan pohon secara besar-besaran untuk keperluan industri, pertanian, atau pembangunan. Proses ini mengakibatkan hilangnya habitat alami bagi flora dan fauna, meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan mengurangi kemampuan hutan untuk menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Deforestasi juga sering kali berdampak buruk pada masyarakat lokal yang bergantung pada hutan untuk mata pencaharian dan kehidupan sehari-hari.
Aksi Damai di Depan Mahkamah Agung

Pada Senin, 27 Mei 2024, perwakilan dari suku Awyu dan Moi, bersama berbagai organisasi masyarakat sipil, mengadakan aksi damai di depan gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta. Dengan mengenakan busana adat dan melaksanakan doa serta ritual tradisional, mereka menyuarakan tuntutan agar MA membatalkan izin perusahaan sawit yang tengah mereka lawan.
Suku Awyu menggugat izin kelayakan lingkungan hidup yang diberikan kepada PT Indoasian Lestari (PT IAL), yang memiliki konsesi seluas 36.094 hektar. Meskipun gugatan mereka gagal di pengadilan tingkat pertama dan kedua, mereka tetap teguh dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Sekar Banjaran Aji, kuasa hukum suku Awyu dan Moi, dalam keterangannya pada hari Senin, mendesak MA untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat yang dirampas.
Selain gugatan terhadap PT IAL, masyarakat Awyu juga mengajukan kasasi atas gugatan terhadap PT Kencana Persada dan PT Medco Jaya Raya. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyelamatkan 65.415 hektar hutan dari konsesi kedua perusahaan tersebut. Hakim memerintahkan perusahaan untuk menghentikan deforestasi dan tidak memperluas areal perkebunan kecuali pada lahan yang sudah ada seluas 8.828 hektar.
Upaya Perlindungan Adat yang Berkelanjutan
Masyarakat adat Papua tidak pernah berhenti berupaya menjaga sumber daya alam mereka. Mereka terus mendorong inisiatif perlindungan adat dan menyusun rencana pengelolaan yang berbasis pada kearifan lokal. Upaya ini dilakukan demi mempertahankan hutan mereka dari ancaman pembangunan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Dukungan Publik Sangat Diperlukan
Kampanye “All Eyes on Papua” bukan hanya tentang melindungi hutan, tetapi juga tentang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang bergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Dukungan dari masyarakat global sangat diperlukan untuk memastikan bahwa suara-suara dari Papua didengar dan direspons dengan tindakan nyata.
Dengan semakin meluasnya dukungan melalui tagar “All Eyes on Papua”, diharapkan bahwa dunia akan lebih sadar akan pentingnya menjaga hutan Papua dan mendukung perjuangan masyarakat adat dalam melawan deforestasi yang merusak lingkungan dan kehidupan mereka.
Penulis: Inesia Dian Oktares