Izin Usaha Disorot, Komitmen Lingkungan Pemkab Bogor Dipertanyakan

GREENMIND, Jakarta – Komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam menjaga kelestarian lingkungan kembali menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul permintaan tegas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang meminta pencabutan persetujuan lingkungan terhadap delapan usaha yang beroperasi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.


Langkah KLHK ini dilakukan setelah hasil verifikasi lapangan menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap tata kelola lingkungan. Beberapa usaha diketahui membangun fasilitas komersial seperti hotel dan restoran di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN I Regional 2. Bahkan, sejumlah bangunan berada di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).


“Kami telah menyampaikan permintaan resmi kepada Bupati Bogor untuk mencabut izin lingkungan delapan usaha tersebut. Kami beri waktu 30 hari sejak surat diterbitkan,” ujar Sekretaris Utama KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (16/7), seperti dilansir Antara.


Adapun delapan badan usaha yang disorot yakni PT Pinus Foresta Indonesia, PT Jelajah Handal Lintasan (JSI Resort), PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Karunia Puncak Wisata, CV Pesona Indah Nusantara, PT Bumi Nini Pangan Indonesia, dan PT Pancawati Agro.


Menurut KLHK, aktivitas pembangunan dan pengoperasian usaha di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane tersebut menyebabkan alih fungsi lahan secara masif, melanggar prosedur Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), serta memperparah kerusakan ekosistem.


Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan hulu berdampak langsung pada meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor di wilayah hilir, termasuk Jakarta, Depok, dan Bekasi.


“Penataan ruang di kawasan hulu yang tidak sesuai fungsi ekologisnya akan membawa dampak besar bagi masyarakat hilir. Oleh karena itu, tindakan tegas harus diambil,” ujar Hanif seperti dikutip dari Katadata.


Sebagai tindak lanjut, KLHK juga menjatuhkan sanksi administratif kepada 21 usaha di kawasan Puncak. Sanksi tersebut meliputi perintah penghentian operasional, pembongkaran bangunan, hingga kewajiban pemulihan fungsi lingkungan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa banjir yang terjadi pada Maret dan Juli 2025 di wilayah hilir telah menelan korban jiwa, dengan sedikitnya tiga orang meninggal dunia dan satu orang masih hilang.


Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Bogor terkait langkah yang akan diambil menyikapi permintaan pencabutan izin tersebut. Kurangnya respons ini menimbulkan tanda tanya publik terhadap konsistensi Pemkab dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan menegakkan aturan.
Kawasan Puncak sendiri merupakan salah satu daerah strategis yang memiliki peran penting sebagai kawasan konservasi air, penyangga ekosistem, serta destinasi wisata unggulan di Jawa Barat. Karena itu, pengawasan ketat terhadap izin lingkungan dan tata ruang menjadi kunci utama dalam mencegah kerusakan ekologis jangka panjang.

Bagikan ke :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *